Translate

Monday, September 23, 2013

Usia 0-15 tahun Fase Pembentukan Karakter yang Kuat pada Anak

  • Belum lama ini saya mengikuti seminar parenting di sekolah putri saya, dalam seminar tersebut pemberi materi adalah seorang psikolog bernama bpk. Irwan Rinaldi. Tema seminar tentang peran serta ayah dalam pengasuhan anak. Tapi yang menarik dlm pembahasan saat itu adalah tentang pembentukan karakter yang kuat pada anak, yang semestinya terjadi pada usia 0-15 tahun. Saat anak berusia di atas 15 tahun sudah terbentuk karakter yang sulit untuk diubah. Sehingga di masa 0-15 tahun tersebut masa yang sangat penting bagi orangtua menanamkan dan membentuk karakter yang kuat pada anak.

    Apakah Karakter itu?
      Kata karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti to mark (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku (Wynne, 1991). Dalam bahasa Inggris, character bermakna hampir sama dengan sifat, perilaku, akhlak, watak, tabiat dan budi pekerti (Taryana & Rinaldi, www.sd-binatalenta.com). Oleh karena itu, seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkaraktek jelek. Sementara orang yang berperilaku jujur atau suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter sangat berkaitan erat dengan personality (kepribadian), yang mana seseorang disebut orang yang berkarakter jika tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.
    Menurut Megawangi (1999) ada 9 pilar karakter yaitu: (1) cinta Tuhan dan kebenaran; (2) tanggungjawab, kedisiplinan, dan kemandirian; (3) amanah dan kejujuran; (4) hormat dan santun; (5) kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama; (6) percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah; (7) keadilan dan kepemimpinan; (8) baik dan rendah hati; serta (9) toleransi, cinta damai dan persatuan.

    Peran orangtua dalam pembentukan karakter anak.

    Ayah-ibu merupakan figur orang dewasa pertama yang dikenal anak sejak bayi. Selain kedekatan karena faktor biologis, anak biasanya cukup dekat dengan ayah-ibunya karena faktor intensitas waktu yang cukup banyak ia habiskan bersama mereka. Oleh karena itu, ayah-ibu mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan anak, termasuk dalam hal pengembangan karakter. Peran penting ayah-ibu ini memerlukan perencanaan dan tindak lanjut, agar ayah-ibu dapat melakukan pengasuhan yang mampu mengembangkan karakter yang baik bagi anak-anaknya.
    Namun kenyataan tidak semudah teori. Suatu data penelitian menyebutkan bahwa dari 100 % orang tua, yang mampu dan sadar untuk bisa mendidik karakter anak tidak lebih dari 20 atau 30%. Selebihnya tidak memiliki kapasitas untuk mendidik anak (Yaumil dalam Harry, 2002). Banyak kasus kerusakan moral dan perilaku anak yang terjadi disebabkan pengaruh buruk dari pengasuhan ayah/ibu yang tidak patut. Selain itu, tantangan kehidupan modern yang ditandai dengan berbagai fenomena seperti: kedua orang tua (ayah-ibu) yang bekerja, derasnya arus informasi media cetak dan elektronik yang nyaris tanpa saringan, dan terpaparnya anak dengan pornografi; diduga juga berpengaruh signifikan terhadap pengembangan karakter anak. Berbagai tantangan tersebut makin menguatkan akan peran penting pengasuhan yang patut oleh ayah-ibu bagi pengembangan karakter anak. Agar ayah-ibu dapat mengembangkan karakter anak melalui pengasuhan yang patut, perlu disosialisasikan tentang pentingnya pengasuhan yang patut serta berbagai ilustrasi tentang cara ayah-ibu mengasuh anak secara patut. Salah satu bentuk sosialisasi tersebut adalah melalui seminar, pelatihan, atau penyebarluasan media edukatif untuk ayah-ibu.

    Apakah karakter seseorang dapat dirubah?
    Rizal (dalam www.sahabatnestle.co.id) mengatakan bahwa karakter seseorang tidak dapat diubah, namun lingkungan dapat menguatkan atau memperlemah karakter tesebut. Oleh karena itu orang tua sebagai acuan pertama anak dalam membentuk karakter perlu dibekali pengetahuan mengenai perkembangan anak dengan melihat harapan sosial pada usia tertentu, sehingga anak akan tumbuh sebagai pribadi yang berkarakter. Menurut Taryana dan Rinaldi (www.sd-binatalenta.com), karakter terbentuk dari proses meniru yaitu melalui proses melihat, mendengar dan mengikuti. Maka karakter sesungguhnya dapat diajarkan secara sengaja. Oleh karena itu seorang anak dapat memiliki karakter yang baik atau juga karakter buruk, tergantung sumber yang ia pelajari.
    Apa saja yang dapat dilakukan orangtua dalam pembentukan karakter anak?

    Pada keluarga inti, peranan utama pendidikan terletak pada ayah-ibu. Philips (dalam Nurokhim, www.tnial.mil.id) menyarankan bahwa keluarga hendaknya menjadi sekolah untuk kasih sayang (school of love), atau tempat belajar yang penuh cinta sejati dan kasih sayang.
    Menurut Gunadi (dalam www.skketapang.org), ada tiga peran utama yang dapat dilakukan ayah-ibu dalam mengembangkan karakter anak, yaitu sebagai berikut:

    1. Berkewajiban menciptakan suasana yang hangat dan tenteram. Tanpa ketenteraman, akan sukar bagi anak untuk belajar apapun dan anak akan mengalami hambatan dalam pertumbuhan jiwanya. Ketegangan atau ketakutan adalah wadah yang buruk bagi perkembangan karakter anak.
    2. Menjadi panutan yang positif bagi anak sebab anak belajar terbanyak dari apa yang dilihatnya, bukan dari apa yang didengarnya. Karakter orangtua yang diperlihatkan melalui perilaku nyata merupakan bahan pelajaran yang akan diserap anak.
    3. Mendidik anak, artinya mengajarkan karakter yang baik dan mendisiplinkan anak agar berperilaku sesuai dengan apa yang telah diajarkannya.

    Keluarga yang sehat dicirikan dengan keterlibatan ayah-ibu yang hangat dalam mengasuh dan mendidik anak, sehingga anak akan memiliki figur ayah-ibu yang seimbang serta memiliki hubungan emosional yang lebih kuat dengan ayah-ibunya. Jika ayah-ibu sering bertemu dan berdialog dengan anak, anak akan menghormati ayah-ibunya. Semakin besar dukungan ayah-ibu terhadap anak, semakin tinggi perilaku positif anak(www.bkkbn.go.id).

    Untuk mengembangkan karakter anak, yaitu:
    1. memperlakukan anak sesuai dengan karakteristik anak dan memahami bahwa setiap anak unik;
    2. memenuhi kebutuhan dasar anak antara lain kebutuhan kasih sayang, pemberian makanan bernutrisi, rasa aman, dan nyaman;
    3. memperhatikan pola pendidikan yang diajarkan oleh guru di sekolah anak dan mencoba menyelaraskan pola tersebut dengan pola pengasuhan orang tua;
    4. memberikan dukungan dan penghargaan ketika anak menampilkan tingkah laku yang terpuji;
    5. memberikan fasilitas lingkungan yang sesuai dengan usia perkembangannya. Jika lingkungan sosial kurang baik, sebaiknya ayah-ibu memindahkan anak dari lingkungan tersebut; dan
    6. bersikap tegas dan konsisten.

    Sebaliknya, ada beberapa hal yang perlu dihindari ayah-ibu dalam mengembangkan karakter anak, yaitu:
    1. memaksakan ambisi-ambisi pada anak, apalagi jika bertentangan dengan karakter dasar anak;
    2. berkata atau berbuat kasar pada anak, karena berpotensi menimbulkan ketaatan sesaat dan kepribadian pemberontak;
    3. tidak membanding-bandingkan anak;
    4. tidak terlalu sering berganti-ganti pola asuh karena cenderung mempengaruhi kepribadian anak; dan
    5. tidak melemahkan pola asuh dengan penganiayaan pada anak, baik secara verbal maupun fisik. Biasanya jika penganiayaan ini dilakukan orang tua, pada anak akan timbul sikap curiga berlebihan (skeptis), menarik diri, dan enggan menjalin komunikasi dengan orangtua.

    Secara rinci, setidaknya terdapat 10 cara yang dapat dilakukan ayah-ibu untuk melakukan pengasuhan yang tepat dalam rangka mengembangkan karakter yang baik pada anak, yaitu sebagai berikut (Ryan, dalam www.charactered.net).

    1. Menempatkan tugas dan kewajiban ayah-ibu sebagai agenda utama.
    Pada jaman modern yang penuh persaingan hal ini cukup sulit dilakukan. Namun ayah-ibu yang baik akan secara sadar merencanakan dan memberikan waktu yang cukup untuk tugas keayahbundaan (parenting). Mereka akan meletakkan agenda pembentukan karakter anak sebagai prioritas utama.

    2. Mengevaluasi cara ayah-ibu menghabiskan waktu dalam sehari/seminggu.
    Ayah-ibu perlu memikirkan jumlah waktu yang ia lalui bersama anak-anak. Penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa jumlah waktu seorang ayah bersama anak sehari-harinya ternyata tidak lebih dari 19 menit (Risman, 2008). Ayah-ibu perlu merencanakan cara yang sesuai dalam melibatkan diri bersama anak-anak, melalui berbagai kegiatan sehari-hari seperti belajar bersama, makan bersama, mendongeng sebelum tidur, dan sebagainya.

    3. Menyiapkan diri sebagai contoh yang baik.
    Setiap anak memerlukan contoh yang baik dari lingkungannya. Ayah-ibu merupakan lingkungan terdekat yang paling banyak ditiru oleh anak, baik atau buruk. Hal ini tidak dapat dihindari, karena mereka sedang pada masa imitasi dan identifikasi. Menjadi contoh bagi anak merupakan pekerjaan utama yang harus dilakukan sebagai orang tua.

    4. Membuka mata dan telinga terhadap apa saja yang sedang mereka serap/alami.
    Anak-anak ibarat spons kering yang cepat menyerap air. Kebanyakan yang mereka serap adalah yang berkaitan dengan nilai-nilai moral dan karakter. Berbagai media seperti buku, lagu, film, TV, play station secara terus-menerus memberikan pesan pada anak dengan cara yang mengesankan, baik pesan yang bermoral maupun tidak bermoral. Oleh karena itu, ayah-ibu harus menjadi pengamat yang baik untuk menyeleksi berbagai pesan-pesan dari berbagai media yang digunakan anak.

    5. Menggunakan bahasa karakter.
    Anak-anak akan sulit mengembangkan karakternya kecuali jika orang tua menggunakan bahasa yang jelas dan lugas tentang tingkah laku baik dan buruk. Ayah-ibu perlu selalu menjelaskan pada anak tentang perbuatan yang boleh dan tidak boleh berikut alasannya.

    6. Memberikan hukuman dengan kasih sayang.
    Hukuman tidak identik dengan kekejaman. Banyak ayah-ibu yang kurang tepat dalam mempersepsikan hukuman ini, sedemikian menghindari sehingga cenderung memanjakan anak. Akibatnya anak menjadi pribadi yang sulit diatur. Anak-anak memerlukan batasan atau rambu-rambu yang jelas, dan kadang mereka melanggar batasan tersebut. Di sinilah arti penting dari hukuman. Hukuman yang mendidik merupakan salah satu cara manusia untuk belajar. Anak-anak perlu memahami bahwa jika ayah-ibu memberikan hukuman adalah karena ayah-ibu sayang pada mereka. Tentu saja dalam hal ini ayah-ibu juga perlu memahami dengan baik tentang syarat dan cara memberikan hukuman yang mendidik pada anak.

    7. Belajar untuk mendengarkan anak.
    Berkomunikasi yang efektif dengan anak bukanlah hal yang mudah. Salah satu hal yang kadang dilupakan ayah-ibu adalah meluangkan waktu untuk mendengarkan segala keluh kesah atau cerita anak. Dengan kesibukan ayah-ibu yang padat setiap harinya (apalagi jika keduanya bekerja), maka waktu senja dan malam hari saat bertemu anak-anak terkesan sebagai waktu sisa. Padahal, pada saat itu biasanya banyak sekali yang ingin disampaikan anak pada ayah-ibunya. Oleh karena itu, ayah-ibu perlu selalu mengalokasikan waktu untuk mendengarkan anak-anak. Selain itu, ayah-ibu perlu menegaskan agar anak-anak tahu bahwa apapun yang mereka ceritakan itu sangat penting dan menarik. Tentu hal ini harus selaras dengan sikap ayah-ibu sewaktu mendengarkan anak, misalnya dengan duduk sejajar mata anak, sambil memangku, atau mengobrol santai selepas makan malam; bukan mendengarkan sambil membaca koran atau menonton televisi.

    8. Terlibat dengan kehidupan sekolah anak.
    Sekolah merupakan bagian penting dalam kehidupan anak-anak. Bukan hanya mendapatkan kesenangan, selama di sekolah kadang anak juga menemukan berbagai permasalahan, kekecewaan, perselisihan pendapat, atau kekalahan. Ayah-ibu perlu membantu menyiapkan anak untuk menghadapi semua hal tersebut. Jika anak berhasil melalui berbagai masalahnya di sekolah, karakter anak juga akan makin kokoh dan anak makin percaya diri menatap masa depan.

    9. Selalu mengadakan makan bersama.
    Meskipun sibuk, ayah-ibu perlu meluangkan waktu untuk makan bersama dengan seluruh keluarga, setidaknya sekali dalam sehari (makan pagi atau malam hari). Makan bersama merupakan sarana yang baik untuk berkomunikasi dan menanamkan nilai yang baik. Melalui percakapan ringan saat makan, anak tanpa sadar akan menyerap berbagai peraturan dan perilaku yang dikehendaki.

    10. Tidak mendidik karakter melalui kata-kata saja.
    Ayah-ibu perlu membantu mengembangkan karakter yang baik melalui contoh tentang berbagai sikap dan kebiasaan baik seperti tentang kedisiplinan, hormat, santun, tolong-menolong, dan lain-lain. Karakter anak tidak akan berkembang baik jika hanya melalui nasehat ayah-ibu saja. Pondasi dalam pengembangan karakter adalah perilaku, yaitu bagaimana ayah-ibu berupaya mendorong anak-anak untuk terbiasa berperilaku baik melalui contoh langsung.By Wini Afiati

    W.A
    Sumber: Seminar Nasional Meretas Hubungan Ideal Pendidik dan Anak untuk Pengembangan Karakter Anak, 8 Mei 2008 di UNY, Yogyakarta.

No comments: